Lebih Prioritas Nafkah Untuk Istri Atau Kerabat

TANYA JAWAB FIQIH DAN AQIDAH

Published from Blogger Prime Android App


Lebih Prioritas Nafkah Untuk Istri Atau Kerabat?

Peananya: ustad bai'at

✍️Deskripsi masalah :


Assalamualaikum wr wb

⏸️ Pertanyaan :

1. Apakah benar Raharzi menceraikan istrinya demi ibunya akan dapat surga firdaus? Kalo benar apa alasannya? Dan kalo salah apa juga alasannya? Spil dengan ibarotnya ya?

Dan apakah Raharzi tidak berdosa meninggalkan seorang istri dan anaknya yang mana anak-anaknya itu masih membutuhkan kasih sayang dari Raharzi ?

2. Maz Ozora punya ibu yang butuh duit. Sementara disisi lain Maz Ozora punya istri yang butuh makan. Pertanyaannya, manakah yang harus didahulukan oleh Maz Ozora antara ibu dan istri, spil dengan ibarotnya ya.

3. Gus Muhibbin Fillah punya istri yang kaya raya. Apakah Gus Muhibbin Fillah tetap wajib memberikan nafkah pada istrinya ?

4. Ustadz Roma irama punya istri dan ibu yang sama-sama kaya. Tetapi ustadz Roma irama tetap memberi nafkah kepada isterinya. Nah yang mau saya tanyakan hukumnya seperti apa wajib atau sunnah? Sementara kepada ibunya ustadz Roma irama tetap memberi nafkah.

Pertanyaannya, dikatagorikan apa sih ustadz Roma irama menurut Al-Qur'an dan hadits?

➡️ Jawaban :

1. Terkait mentalak istri atas perintah ibunya akan mendapatkan surga firdaus, tidak ada dalil yang seperti itu.

Adapun persoalan terkait saat orang tua menyuruh anaknya untuk mentalak istrinya, maka jika alasan menyuruhnya itu karena alasan-alasan yang ada hubungannya dengan masalah syariat semisal istrinya tidak patuh kepada suami, sering mengumbar aurat dan sebagainya maka si anak mesti patuh kepada orang tuanya sehingga dia harus menceraikan istrinya.

Tapi jika alasannya bukan karena faktor yang ada hubungannya dengan syariat, maka tidak perlu memenuhi keinginan orang tua untuk menceraikan istri.

2. Nafkah untuk istri lebih didahulukan daripada nafkah untuk kerabat, termasuk ibunya sendiri.

3. Tetap wajib, karena nafkah untuk istri itu tidak akan pernah gugur sampai kapanpun, entah dalam kondisi istrinya itu kaya dan terlebih lagi saat faqir.

4. Orang tua yang dalam keadaan punya harta alias tidak faqir, maka tidak wajib bagi seorang anak untuk memberinya nafkah. Tapi untuk istri yang dalam keadaan punya harta alias kaya sekalipun, maka tetap wajib bagi suami untuk memberinya nafkah.

๐Ÿ“š Referensi :


ูˆَูِูŠ ู‡َุฐِู‡ِ ุงู„ْุญَุงู„ِ ู„َุง ูŠَุณْุชَุฌِูŠุจُ ุงู„ِุงุจْู†ُ ู„ِุทَู„َุจِ ุงู„ุชَّุทْู„ِูŠู‚ِ ูˆَุนَู„َูŠْู‡ِ ุฃَู†ْ ูŠُุฏَุงุฑِูŠู‡َุง ูˆَูŠَุชَุฃَู„َّูَู‡ُู…َุง ูˆَูŠُุญَุงูˆِู„ُ ุฅِู‚ْู†َุงุนَู‡ُู…َุง ุจِูƒَู„َุงู…ٍ ุทَูŠِّุจٍ ู„َูŠِّู†ٍ ุญَุชَّู‰ ูŠَูƒْูَู‰ ุนَู†ْ ู‡َุฐَุง ุงู„ุทَّู„َุจِ.

“Dan dalam keadaan ini (yakni saat orang tua meminta untuk mentalak istri bukan karena alasan agama/syariat), maka si anak tersebut tidak perlu memenuhi permintaan talak dari kedua orang tuanya. Dan si anak harus membujuk, bersikap sopan dan mencoba untuk membuat kedua orang tuanya itu ridho dengan kata-kata yang baik dan lembut” (Fatawa Syar'iyyah Muashiroh : 504)


ูˆَุฅِู†َّู…َุง ู‚ُุฏِّู…َุชْ ู†َูَู‚َุฉُ ุงู„ุฒَّูˆْุฌَุฉِ ุนَู„َู‰ ู†َูَู‚َุฉِ ุงู„ْู‚َุฑِูŠุจِ، ِู„ุฃَู†َّู‡َุง ุชَุฌِุจُ ู„ِุญَุงุฌَุชِู‡ِ ุฅِู„َูŠْู‡َุง، ูˆَู†َูَู‚َุฉُ ุงู„ْู‚َุฑِูŠุจِ ู…ُูˆَุงุณَุงุฉٌ

“Sesungguhnya nafkah untuk istri itu lebih didahulukan daripada nafkah untuk kerabat (termasuk ibunya), karena nafkah untuk istri adalah wajib karena adanya kebutuhan suami terhadap istri. Sedangkan nafkah untuk kerabat (termasuk ibu) merupakan muwasah (kepedulian terhadap kerabat)” (Takmilatul Majmu' : 20/196)

 

ูŠู‚ุฏู… ุจุนุฏ ู†ูุณู‡: ุฒูˆุฌุชู‡ ู„ุฃู† ู†ูู‚ุชู‡ุง ุขูƒุฏ ูุฅู†ู‡ุง ู„ุง ุชุณู‚ุท ุจู…ุถูŠ ุงู„ุฒู…ุงู† ุจุฎู„ุงู ู†ูู‚ุฉ ุงู„ุฃุตูˆู„ ูˆุงู„ูุฑูˆุน ูุฅู†ู‡ุง ุชุณู‚ุท ุจู…ุถูŠ ุงู„ูˆู‚ุช ูƒู…ุง ุฐูƒุฑู†ุง ุณุงุจู‚ุง

“Setelah (menafkahi) dirinya, maka suami wajib mendahulukan nafkah istrinya. Dan menafkahi istri itu lebih ditekankan, sebab nafkahnya tidak akan bisa gugur seiring dengan berlalunya waktu. Berbeda halnya dengan nafkah ushul dan furu (yakni orang tua atau anak), nafkah mereka bisa saja gugur seiring dengan berlalunya waktu sebagaimana yang telah kami sebutkan sebelumnya” (Fiqhul Manhaji : 4/178)


(ูุฃู…ุง ุงู„ูˆุงู„ุฏูˆู†) ูˆุฅู† ุนู„ูˆุง (ูุชุฌุจ ู†ูู‚ุชู‡ู… ุจุดุฑุทูŠู† ุงู„ูู‚ุฑ) ู„ู‡ู… ูˆู‡ูˆ ุนุฏู… ู‚ุฏุฑุชู‡ู… ุนู„ู‰ ู…ุงู„ ุฃูˆ ูƒุณุจ (ูˆุงู„ุฒู…ุงู†ุฉ ุฃูˆ ุงู„ูู‚ุฑ ูˆุงู„ุฌู†ูˆู†) ูˆุงู„ุฒู…ุงู†ุฉ ู‡ูŠ ู…ุตุฏุฑ ุฒู…ู† ุงู„ุฑุฌู„، ุฒู…ุงู†ุฉ ุฅุฐุง ุญุตู„ ู„ู‡ ุขูุฉ، ูุฅู† ู‚ุฏุฑูˆุง ุนู„ู‰ ู…ุงู„ ุฃูˆ ูƒุณุจ ู„ู… ุชุฌุจ ู†ูู‚ุชู‡ู…

“Adapun nafkah untuk orang tua hingga (pihak kerabat lainnya) ke atas, maka mereka wajib diberi nafkah dengan dua syarat. Pertama karena mereka faqir, yaitu tidak memiliki harta atau tidak mampu bekerja dan lumpuh. Kedua karena mereka faqir dan gila. Kalimat Az-Zamanah adalah bentuk kalimat masdar dari rangkaian kalimat zamuna ar-rojulu zamanatan (laki-laki yang benar-benar lumpuh) ketika dia memiliki penyakit. Maka dari itu, jika mereka (orang tua) memiliki harta atau mampu bekerja, maka tidak wajib diberi nafkah” (Fathul Qorib : 260)

 

ู‚ุงู„ ุงู„ู…ุตู†ู ุฑุญู…ู‡ ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰: ุญุฏุซู†ุง ู…ุณุฏุฏ ุญุฏุซู†ุง ูŠุญูŠู‰ ุนู† ุงุจู† ุฃุจูŠ ุฐุฆุจ ู‚ุงู„: ุญุฏุซู†ูŠ ุฎุงู„ูŠ ุงู„ุญุงุฑุซ ุนู† ุญู…ุฒุฉ ุจู† ุนุจุฏ ุงู„ู„ู‡ ุจู† ุนู…ุฑ ุนู† ุฃุจูŠู‡ ุฑุถูŠ ุงู„ู„ู‡ ุนู†ู‡ู…ุง ู‚ุงู„: (ูƒุงู†ุช ุชุญุชูŠ ุงู…ุฑุฃุฉ ูˆูƒู†ุช ุฃุญุจู‡ุง، ูˆูƒุงู† ุนู…ุฑ ุฑุถูŠ ุงู„ู„ู‡ ุนู†ู‡ ูŠูƒุฑู‡ู‡ุง، ูู‚ุงู„ ู„ูŠ: ุทู„ู‚ู‡ุง، ูุฃุจูŠุช، ูุฃุชู‰ ุนู…ุฑ ุฑุถูŠ ุงู„ู„ู‡ ุนู†ู‡ ุงู„ู†ุจูŠ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ูุฐูƒุฑ ุฐู„ูƒ ู„ู‡، ูู‚ุงู„ ุงู„ู†ุจูŠ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุนู„ู‰ ุขู„ู‡ ูˆุณู„ู…: ุทู„ู‚ู‡ุง)

ูˆู‡ุฐุง ุฃูˆุฑุฏู‡ ุฃุจูˆ ุฏุงูˆุฏ ููŠ ุงู„ุจุฑ ูˆุฐู„ูƒ ุฃู† ููŠู‡ ุชุญู‚ูŠู‚ ุฑุบุจุฉ ุงู„ูˆุงู„ุฏ ููŠ ู‡ุฐุง ุงู„ุทู„ุจ، ู„ูƒู† ูƒู…ุง ู‡ูˆ ู…ุนู„ูˆู… ุฃู† ุงู„ุฐูŠ ุทู„ุจ ุงู„ุทู„ุงู‚ ู…ู† ูˆู„ุฏู‡ ู‡ูˆ ุฎูŠุฑ ู‡ุฐู‡ ุงู„ุฃู…ุฉ ุจุนุฏ ุฃุจูŠ ุจูƒุฑ ุฑุถูŠ ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰ ุนู†ู‡، ูˆู„ูŠุณ ูƒู„ ุงู„ุขุจุงุก ูˆูƒู„ ุงู„ุฃู…ู‡ุงุช ุนุฏูˆู„ ูˆุฃุชู‚ูŠุงุก، ุจู„ ูŠู…ูƒู† ุฃู† ูŠูƒูˆู† ู‡ู†ุงูƒ ุดูŠุก ู…ู† ุงู„ุดุญู†ุงุก ุฃูˆ ุงู„ุนุฏุงูˆุฉ ู„ุฃู…ูˆุฑ ุฏู†ูŠูˆูŠู‡ ุบูŠุฑ ุฏูŠู†ูŠุฉ، ููŠู†ุธุฑ ููŠ ุฐู„ูƒ ุฅู„ู‰ ุงู„ุนุฏู„ ูˆู…ุนุฑูุฉ ุงู„ุญู‚ ู…ุน ู…ู† ูŠูƒูˆู†، ูู‚ุฏ ุชูƒูˆู† ุงู„ุฒูˆุฌุฉ ู…ุธู„ูˆู…ุฉ ูˆุงู„ุฃู… ุธุงู„ู…ุฉ، ูˆู‚ุฏ ูŠูƒูˆู† ุงู„ูˆุงู„ุฏ ุธุงู„ู…ุง ูˆุงู„ุฒูˆุฌุฉ ู…ุธู„ูˆู…ุฉ، ููŠู†ุธุฑ ููŠ ุฐู„ูƒ ุฅู„ู‰ ุงู„ุนุฏู„ ูˆุฅู„ู‰ ุงู„ุฏูŠู†.

ูˆู‚ุฏ ุชูƒูˆู† ูƒุฑุงู‡ูŠุฉ ุงู„ูˆุงู„ุฏ ุฃูˆ ุงู„ูˆุงู„ุฏุฉ ู„ู„ุฒูˆุฌุฉ ู„ุฃู…ูˆุฑ ู„ูŠุณุช ุฏูŠู†ูŠุฉ، ูˆุฅู†ู…ุง ู„ูƒู„ู…ุฉ ู…ู† ุงู„ูƒู„ู…ุงุช ุฃูˆ ุญุงู„ุฉ ู…ู† ุงู„ุญุงู„ุงุช ุฃูˆ ู…ูˆู‚ู ู…ู† ุงู„ู…ูˆุงู‚ู، ููŠุชุฑุชุจ ุนู„ู‰ ุฐู„ูƒ ุงู„ุชู†ุงูุฑ ูˆุงู„ุชุจุงุนุฏ، ูˆุงู„ุฐูŠ ูŠู†ุจุบูŠ ุนู„ู‰ ุงู„ูˆู„ุฏ ุฃู† ูŠูƒูˆู† ููŠ ู…ุซู„ ู‡ุฐู‡ ุงู„ุญุงู„ุฉ ุนุงุฏู„ุงً، ูˆุฃู† ูŠุจูŠู† ู„ู„ูˆุงู„ุฏ ุฃูˆ ุงู„ูˆุงู„ุฏุฉ ุฅุฐุง ูƒุงู†ุง ู„ูŠุณุง ุนู„ู‰ ุญู‚، ูˆุฃู†ู‡ ูŠุฑู‰ ุฃู† ุงู„ุญู‚ ู„ูŠุณ ู…ุนู‡ู…ุง، ููŠุณุนู‰ ุฅู„ู‰ ุฅุฑุถุงุฆู‡ู…ุง ูˆุฅู„ู‰ ุฅู‚ู†ุงุนู‡ู…ุง ุจุงู„ุชูŠ ู‡ูŠ ุฃุญุณู† ู…ุน ุงู„ุฅุจู‚ุงุก ุนู„ู‰ ุฒูˆุฌุชู‡، ูˆุฃู…ุง ุฅุฐุง ูƒุงู†ุช ุงู„ูƒุฑุงู‡ูŠุฉ ู„ุฃู…ุฑ ุฏูŠู†ูŠ، ุฃูˆ ุฃู† ุงู„ุฃู…ุฑ ุจู„ุบ ุฅู„ู‰ ุญุฏ ู„ุง ูŠู…ูƒู† ู…ุนู‡ ุงู„ุชูˆููŠู‚، ูู„ุง ุดูƒ ุฃู† ุทุงุนุฉ ุงู„ูˆุงู„ุฏ ู…ุทู„ูˆุจุฉ ูˆุฑุถุงู‡ ู…ุทู„ูˆุจ
(ุดุฑุญ ุณู†ู† ุฃุจูŠ ุฏุงูˆุฏ : ูกูง / ูงูจูฅ)

Demikianlah, wallahu a'lam.


Mujawwib Dan Mushohheh:

✅Ustadz  Hosiyanto S.Pd.I
✅ Ustadz Ahmad Suhaemi
✅ustadz Aby Abd Hady.
✅Ustadzah Ai Maslaili Siti Aisyah
✅Ustadz Robit Subhan
✅Ustadz Abdul Muchtar Hakim S.H
✅ Ustadz SHOLEHUDDIN@47
✅ Ummi Hajjah Dinda Dzulaeha S.H
✅ Ustadz Muhibbin Fillah
✅ Ustadzah Zaitun Nisa
✅Yai Abu Wail
✅ Ustadz Muhibbin Fillah
    Dan Tim Admin Yang Lainnya.

Penulis dan Perumus Redaksi:

✅ Ustadz Muhibbin Fillah
✅ Ummi Dinda zulaeha S.H

Penasehat:

✅Habib Abdulloh As-Segaf

Keamanan Grup:

✅TQK Fauzi Maulana


Published from Blogger Prime Android App

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM MENIKAH KARENA KETIADAAN WALI

Niat Wudhu Istibahah Bagi Yang Tidak Daimul Hadast

 Hukum Dzihar Menyerupai Istri Dan Keponakan