Bagaimanakah Hukum Terkait Darah flek Di Masa memungkinkan Haid
TANYA JAWAB FIQIH DAN AQIDAH
Bagaimanakah Hukum Terkait Darah flek Di Masa memungkinkan Haid
🧕 Sail : Ukhtyna Fawaida
📖 Deskripsi Masalah :
Sebut saja namanya Marni, dia adalah seorang wanita yang sedang haid. Yang mana pada hari ke 6 bertepatan dengan tanggal 2 ramadhan. Marni kira sudah bersih, lalu marni cek pakai kapas memang sudah bersih, tapi belum keluar lendir beningnya. Setelah itu marni keramas, kemudian melakukan sholat dan puasa. Namun ternyata, keesokan harinya keluar flek. Dia tunggu sampai dzuhur ternyata tidak keluar apa-apa. Lalu marni mandi lagi dan meneruskan sholat dan puasa keesokan harinya.
⏸️ Pertanyaan :
Bagaimana dengan puasa dan sholat Marni ketika ternyata masih keluar flek?
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
➡️ Jawaban :
Sholat dan puasa yang dilakukan oleh Marni adalah tidak sah, karena dengan adanya flek yang keluar itu menandakan Marni masih dalam keadaan belum suci.
📝 Catatan :
Adapun sholat dan puasa marni umpamakan bersih sebelum keluar lagi flek, maka berikut ini penjelasannya :
Flek ini meskipun sedikit, tapi kalau sebelumnya ada darah yang sudah ada 24 jam, atau jika ditotal dengan flek ini ada 24 jam, maka ini termasuk darah haid, dan yang 6 hari haid, kemudian yang flek juga masih tergolong haid. Dan mengenai masa bersih yang di apit hari haid, ini ada khilaf dikalangan ulama.
1. Menurut qoul sahbi, masa bersih ini termasuk masa haid juga karena di apit pada masa haid (masih dibawah kurun waktu 15 hari). Atas dasar itu, maka sholat dan puasa dimasa bersihnya itu tidak sah, tapi saat melakukannya tidak dosa karena dzohirnya saat itu dia mengira suci.
2. Menurut qoul laqti, masa bersih yang di apit hari haid itu sudah dianggap suci, atas dasar itu maka puasa dan sholatnya dianggap sah.
📚 Referensi
(الابانة والافاضة ص٣٣)
“Yang ketiga : Tanda sucinya dari haid. Adapun tanda berhenti haid dan masuk ke dalam masa suci adalah ketika darah kekuningan dan kecoklatan berhenti keluar, entah disertai keluar cairan putih atau tidak. Hal ini sesuai dengan hadits shohih yang diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu 'anha bahwa beliau pernah berkata kepada para wanita: Jangan terburu-buru hingga kalian melihat cairan putih. Maknanya adalah kalian belum suci sampai melihat terlebih dahulu cairan putih seperti kapas yang putih bersih tanpa bekas darah. Adapun kalimat qishah dengan harokat fathah huruf qof dan shodnya yang ditasydid adalah istilah untuk kapas, dan cairan putih yang jernih itu diibaratkan dengan kapas” (Al-Ibanah Wal Ifadhoh : 33)
وأما الصفرة والكدرة فقال الشيخ ابو حامد في تعليقه هما ماء أصفر وماء كدر وليسا بدم وقال امام الحرمين هما شئ كالصديد يعلوه صفرة وكدرة ليسا على لون شئ من الدماء القوية ولا الضعيفة
“Adapun As-Sofroh dan Al-Kudroh, imam Al-Ghozali rahimahullah mengatakan didalam pendapatnya bahwa keduanya adalah cairan kuning dan cairan keruh, bukan darah. Sedangkan imam Al-Haromain mengatakan bahwa keduanya adalah seperti nanah yang tertutup oleh warna kuning dan keruh, bukan warna dari darah yang kuat maupun yang lemah” (Almajmuk Syarah Almuhadzzab 2/389)
فقد قال الشافعي في مختصر المزني رحمه الله الصفرة والكدرة في أيام الحيض حيض واختلف الأصحاب في ذلك على ستة أوجه *الصحيح المشهور الذى قاله أبو العباس ابن سريج وابو اسحق المروزي وجماهير أصحابنا المتقدمين والمتأخرين أن الصفرة والكدرة في زمن الإمكان وهو خمسة عشر يكونان حيضا سواء كانت مبتدأة أو معتادة خالف عادتها أو وافقها كما لو كان أسود أو أحمر وانقطع لخمسة عشر
“Imam Syafi'i rahimahullah mengatakan didalam kitab Mukhtashor Al-Muzani: Bahwasanya cairan yang berwarna kekuningan serta keruh dimasa haid itu termasuk darah haid. Sedangkan para Ashab Syafi'i berbeda pendapat didalam masalah tersebut menjadi enam pendapat. Adapun pendapat yang shohih dan masyhur yang disampaikan oleh Ibnu Suraij, Abu Ishaq Al-Marwazi serta jumhur Ashab Syafi'i dari kalangan mutaqoddimin dan mutaakhirin menyatakan bahwa cairan yang berwarna kekuningan dan keruh dimasa kemungkinan haid, yakni didalam masa lima belas hari itu termasuk haid entah dialami oleh wanita mubtadiah maupun mu'tadah yang mengalami keluar darah berbeda dari adat kebiasaannya atau sesuai dengan kebiasaannya. Sebagaimana hukum darah yang berwarna hitam ataupun merah dan berhenti setelah masa lima belas hari” (Majmu' Syarah Muhadzdzab : 2/392)
وَذَهَبَ الشَّافِعِيَّةُ إِلَى أَنَّهُ إِذَا عَادَ الدَّمُ بَعْدَ النَّقَاءِ، فَالْكُل حَيْضٌ - الدَّمُ وَالنَّقَاءُ - بِشُرُوطٍ: وَهِيَ أَنْ لاَ يُجَاوِزَ ذَلِكَ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا، وَلَمْ تَنْقُصِ الدِّمَاءُ مِنْ أَقَل الْحَيْضِ، وَأَنْ يَكُونَ النَّقَاءُ مُحْتَوَشًا بَيْنَ دَمَيِ الْحَيْضِ. وَهَذَا الْقَوْل يُسَمَّى عِنْدَهُمْ قَوْل السَّحْبِ وَهُوَ الْمُعْتَمَدُ. وَالْقَوْل الثَّانِي عِنْدَهُمْ هُوَ أَنَّ النَّقَاءَ طُهْرٌ، لأِنَّ الدَّمَ إِذَا دَل عَلَى الْحَيْضِ وَجَبَ أَنْ يَدُل النَّقَاءُ عَلَى الطُّهْرِ وَيُسَمَّى هَذَا الْقَوْل قَوْل اللَّقْطِ
(وزارة الأوقاف والشؤن الإسلامية كويت، الموسوعة الفقهية الكويتية، كويت-دار السلاسل)
“Madzhab Syafi'i berpendapat bahwa: Jika darah kembali keluar setelah masa bersih, maka semua masa tersebut terhitung sebagai haid entah masa keluar darah maupun masa bersih dengan beberapa syarat: Pertama, keluarnya darah tidak melebihi masa lima belas hari. Kedua, keluarnya darah tidak kurang dari masa minimal haid. Ketiga, masa bersih tersebut melingkupi dua masa keluar darah haid. Pendapat ini disebut dengan Qoul Sahbi dan pendapat ini merupakan pendapat yang mu'tamad. Sedangkan pendapat yang kedua dari madzhab Syafi'i menyatakan bahwa: Masa bersih terhitung sebagai masa suci dengan alasan jika keluarnya darah menjadi tanda masa haid, maka otomatis masa bersih itu menjadi tanda masa suci. Dan endapat yang kedua inilah yang disebut sebagai Qoul Laqti”
Demikianlah, wallahu a'lam.
Komentar
Posting Komentar