HUKUM MENGAMBIL UPAH DARI HASIL PENGGALANGAN DANA MUSHOLA
TANYA JAWAB FIQIH DAN AQIDAH
HUKUM MENGAMBIL UPAH DARI HASIL PENGGALANGAN DANA MUSHOLA
๐ณ๐ผ♂️ Penanya :Rizal
Assalamualaikum, saya izin bertanya ustadz dan ustadzah.
๐ Deskripsi :
Di kampung saya setiap hari jum'at ada 4 orang di utus oleh kepala desa dan saya termasuk salah satu dari 4 orang tersebut. Dan tugas kami menggalang dana sumbangan setiap hari jum'at untuk pembangunan tempat wudhu di mushola kampung saya. Dan berapa pun hasil nya kami dapat upah 10%.
⏸️ Pertanyaan :
1. Bagaimana hukumnya terkait dengan upah 10% yang kami terima?
2. Apakah upah 10% tersebut boleh kami terima?
Atas jawabannya saya ucapkan banyak terima kasi ๐๐ป
➡️ Jawaban :
Wa'alaikumsalam warohmatulloh wabarokatuh.
1. Upah yang diterima adalah halal, asal diambil secukupnya. Diqiyaskannya hal tersebut adalah seperti orang yang mengasuh anak-anak yatim, lalu mengambil/memakan harta anak yatim sekedarnya, tidak berlebihan dan melampaui batas.
2. Boleh jika memang dia orang faqir, tapi jika tidak faqir sebaiknya jangan diambil. Ikhlaskan dan anggap saja membantu tenaga untuk pembangunan tempat wudhu tersebut.
๐ Referensi :
ุฅِْู َูุงَู َِْูููุฑًุง ุงْูุฃَُْูู ู ُِْูู َูุฐَุง َِْููู َูุงَْููุฌُْู ุฃَْู َُููุงَู ََُููู ุฃََُّูู ุงْูุฃَู ْุฑَِْูู َูุงَู ุงูุดَّุฑَْูุงِูู (َُُْูููู ุฃَู ู َุซَูุงً) َูุฏْุฎُُู ู َْู ุฌَู َุนَ ِูุฎَูุงَุตِ ู َุฏٍِْูู ู ُุนْุณِุฑٍ ุฃَْู ู َุธُْْููู ٍ ู ُุตَุงุฏَุฑٍ ََُููู ุญَุณٌَู ู ُุชَุนٌََّูู ุญَุซًّุง َูุชَุฑْุบِْูุจًุง ِْูู َูุฐِِู ุงْูู َُูุฑَّู َุฉِ. ุฃูู ุณَِّูุฏ ุนُู َุฑ. ุฃَُُْููู ََููุฐَุง َูุฏْุฎُُู ู َْู ุฌَู َุนَ َِููุญِْู ุจَِูุงุกِ ู َุณْุฌِุฏٍ. (َُُْูููู َู َูุฐَุง َِْููู) َูุนََّู َูุงุฆُُِูู ุจََูุงُู ุนََูู ู َุง ู ُุตَุญِّุญِ ุงูุฑَِّูุนِู. ุงูู ุณูุฏ ุนู ุฑ. (َُُْูููู ََُููู ุฃََُّูู ุงْูุฃَู ْุฑَِْูู ) ุงَََّููููุฉُ
“Jika dia adalah orang yang faqir, maka diperbolehkan baginya untuk makan dari harta tersebut, atau boleh baginya mengambil satu diantara dua hal yang paling sedikit yakni biaya nafkah serta mengambil upah. Imam Asy-Syarwani rahimahullah berkata : Yang demikian itu termasuk juga orang yang mengumpulkan harta untuk membantu menyelamatkan orang faqir yang terlilit hutang, atau orang yang terdzolimi yang dirampas hartanya. Pendapat tersebut adalah pendapat yang baik dan selayaknya harus seperti itu, yaitu sebagai pendorong dan penyemangat dalam perbuatan mulia ini, demikianlah pendapat Sayyid Umar. Aku katakan : Begitu pula orang yang menggalang dana untuk pembangunan masjid (atau mushola dan yang sejenisnya). (Maksudnya salah satu diantara dua hal tersebut), yaitu nafkah dan upah (maka boleh diambil sekedarnya)” (Tuhfatul Muhtaj : 5/187)
Kesimpulannya :
Upah dari hasil penggalangan dana tersebut boleh diterima jika memang yang diberi upah adalah orang faqir, itupun diambil sekedarnya saja sebagaimana yang tercantum pada keterangan diatas.
Demikianlah, wallahu a'lam.
Komentar
Posting Komentar