Wajibkah bermahdzab
TANYA JAWAB FIQIH DAN AQIDAH
Wajibkah bermahdzab
Sail : Ukhty Raihan
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Deskripsi Masalah :
Ada seseorang yang bernama fulan, ia sedang belajar ilmu agama dengan seseorang yang mana kini menjadi pembimbingnya. Selama ia belajar, didalam benaknya fulan tersebut ada sesuatu yang mau ditanyakan pada pembimbingnya namun dia enggan. Dalam hatinya fulan ada yang mengganjal sehingga ia takut salah berguru dan salah memahami tentang islam terutama dalam masalah bermazhab dan dalam masalah khilafah.
Pertanyaan :
1. Apakah kita sebagai muslim harus bermadzhab?
2. Apakah hidup disuatu negara harus menegakkan khilafah dengan menerapkan peraturan islam secara menyeluruh?
3. Apakah boleh fulan mengkaji tentang khilafah dan bermadzhab?
Jawaban :
1. Seseorang yang tidak mempunyai kapasitas untuk melakukan ijtihad, maka wajib untuk bertaklid kepada ulama yang sudah sampai pada taraf mujtahid mutlak. Nah taklid itulah yang disebut dengan bermadzhab, sebab jika seseorang tidak mau ikut madzhab, lalu mau ikut siapa? Salah satu kebodohan jika ada orang awam yang mengatakan: Saya cukup ikut nabi saja dan ikut Al-Qur'an. Perkataan seperti itu merupakan perkataan yang salah, sesat dan bahkan menyesatkan. Sebab orang awam tidak akan mampu memahami Al-Qur'an dan sunnah, apalagi sampai mengamalkannya kecuali atas bimbingan para ulama.
2. Tidak wajib, apalagi dengan kondisi umat islam yang sudah tersebar seperti sekarang ini. Lagi pula, untuk tetap disebut sebagai negara islam maka tidak disyaratkan harus menerapkan hukum islam secara menyeluruh didalamnya.
3. Boleh, bahkan wajib mengkaji tentang madzhab. Adapun mengkaji tentang khilafah adalah boleh-boleh saja, namun untuk membahasnya terus menerus itu dilarang. Sebab pembahasan masalah khilafah itu akan banyak menimbulkan benturan diantara umat islam itu sendiri, akan banyak menimbulkan sikap ashobiyah (fanatisme berlebihan), bahkan sampai pada taraf permusuhan hingga saling menumpahkan darah
Refetensi: :
(فصل) في بيان وجوب التقليد لمن ليس له أهلية الإجتهاد يجب عند جمهور العلماء المحققين على كل من ليس له أهلية الإجتهاد المطلق، وإن كان قد حصل بعض العلوم المعتبرة في الإجتهاد تقليدُ قول المجتهدين والأخذ بفتواهم ليخرج عن عهدة التكليف بتقليد أيهم شاء لقوله تعالى: فاسألوا أهل الذكر إن كنتم لا تعلمون
“(Pasal) yang menjelaskan tentang wajibnya taklid bagi orang yang tidak mempunyai kapasitas untuk berijtihad. Menurut jumhur ulama, setiap orang yang tidak mempunyai kapasitas untuk sampai pada tingkat kemampuan sebagai mujtahid mutlak meskipun dia sudah mampu menguasai beberapa cabang ilmu yang dipersyaratkan didalam melakukan ijtihad, maka (tetap) wajib baginya untuk taklid kepada salah satu imam mujtahid dan mengambil fatwa mereka supaya dia dapat terbebas dari ikatan beban (atau taklif) yang mewajibkannya untuk mengikuti siapa saja yang dia kehendaki dari salah satu imam mujtahid tersebut. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: Maka bertanyalah kepada seorang ahli ilmu jika kalian tidak mengetahui” (Risalah Ahlussunnah wal Jama'ah : 53)
من لم يقلد واحدا منهم وقال أنا اعمل بالكتاب والسنة مدعيا فهم الأحكام منهما فلا يسلم له بل هو مخطئ ضال مضل
“Barang siapa yang tidak bertaklid kepada salah satu dari mereka (imam madzhab yang empat) dan berkata: Saya hanya beramal berdasarkan Al-Qur'an dan sunnah, dan mengaku telah memahami hukum-hukum Al-Qur'an dan sunnah, maka orang tersebut tidak dapat diterima, bahkan termasuk orang yang salah, sesat dan menyesatkan” (Tanwirul Qulub : 74)
كل من الأئمة الأربعة على الصواب ويجب تقليد واحد منهم ومن قلد واحدا منهم
“Setiap dari imam yang empat (imam Abu Hanifah, Malik, Syafi'i dan Ahmad) itu berada diatas kebenaran, maka wajiblah bagi seseorang untuk taklid kepada salah satu diantara mereka” (I'anatut Tholibin : 1/17)
ويلاحظ من معرفة هذه الاحكام أن تطبيق احكام الشريعة الاسلامية ليس شرطا لاعتبار الدار دار الاسلام ولكنه حق من حقوق دار الاسلام فى اعناق المسلمين فاذا قصر المسلمون فى إجراء الاحكام الاسلامية غلى اختلافها فى دارهم التى أورثهم الله اياها فان هذا التقصير لا يخرجها عن كونها دار اسلام ولكنه يحمل المقصرين ذنوبا واوزارا
“Dilihat dari mengetahui hukum-hukum ini bahwasanya menerapkan hukum syariat islam itu bukanlah syarat bagi sebuah negara untuk dianggap sebagai negara islam, akan tetapi hal itu merupakan salah satu dari hak-hak negara islam yang menjadi tanggung jawab umat islam itu sendiri. Oleh karena itu jika umat islam teledor dalam menjalankan hukum islam atas cara yang berbeda-beda dinegara yang telah dianugerahkan oleh Allah kepadanya, maka keteledoran ini tidak merusak adanya negara dinamakan negara islam. Akan tetapi keteledoran itu akan membebani mereka dengan dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan” (Al-Jihad Fil Islam : 81
وأما بعد انتشار الإسلام واتساع رقعته وتباعد أطرافه فمعلوم أنه قد صار في كل قطر أو أقطار الولاية إلى إمام أو سلطان وفي القطر الآخر أو الأقطار كذلك، ولا ينفذ لبعضهم أمر ولا نهي في قطر الآخر وأقطاره التي رجعت إلى ولايته فلا بأس بتعدد الأئمة والسلاطين، ويجب الطاعة لكل واحد منهم بعد البيعة له على أهل القطر الذي ينفذ فيه أوامره و نواهيه وكذلك صاحب القطر الآخر، فإذا قام من ينازعه في القطر الذي قد ثبتت فيه ولا يته وبايعه أهله كان الحكم فيه أن يقتل إذا لم يتب ولا تجب على أهل القطر الآخر طاعته ولا الدخول تحت ولايته لتباعد الأقطار، فاعرف هذا فإنه المناسب للقواعد الشرعية والمطابق لما تدل عليه الأدلة ودع عنك ما يقال في مخالفته، فإن الفرق بين ما كانت عليه الولاية الإسلامية في أول الإسلام وما هي عليه الآن أوضح من شمس النهار ومن أنكر هذا فهو مباهت لا يستحق أن يخاطب بالحجة لأنه لا يعلقها
“Adapun setelah tersebarnya islam dan luasnya dunia islam serta tempat-tempat menjadi saling berjauhan, maka telah dimaklumi bahwa setiap daerah (atau negara) itu membutuhkan seorang pemimpin atau seorang penguasa dan mereka (rakyatnya) tidak perlu melaksanakan perintah dan larangan yang berlaku didaerah (atau dinegara) yang lain.
Maka dengan berbilangnya pemimpin dan penguasa (yang berlainan daerah kekuasaannya) adalah tidak apa-apa. Dan setelah dibaiatnya seorang pemimpin, maka wajib bagi setiap orang yang berada dibawah daerah kekuasaannya untuk mentaatinya, yaitu dengan melaksanakan perintah dan larangannya. Seperti itu pula daerah-daerah (atau negara-negara) yang lainnya. Dan jika ada orang yang menyelisihi (pemimpin atau penguasa) didalam satu daerah (atau satu negara) yang mana kekuasaan telah dipegangnya dan orang-orang telah membaiatnya, maka hukuman bagi orang tersebut adalah dibunuh jika dia tidak mau bertaubat. Kemudian, tidak wajib bagi masyarakat daerah (atau negara) lainnya untuk mentaatinya dan masuk dibawah kekuasannya, karena saling berjauhan (jarak daerah kekuasaannya).
Maka fahamilah masalah ini, karena sesungguhnya hal ini sesuai dengan kaidah-kaidah syar'iyyah dan berkesuaian dengan dalil, oleh karena itu tinggalkanlah pendapat yang menyelisihinya. Sesungguhnya perbedaan antara daerah kekuasaan pada awal permulaan islam dengan yang ada saat ini adalah lebih jelas daripada matahari pada siang hari. Dan orang yang mengingkari masalah ini maka dia adalah seorang pendusta, orang seperti itu tidak perlu diajak bicara dengan hujjah karena dia bukan orang yang berakal” (Sailul Jarar : 4/215)
(فصل) فإذا ثبت وجوب الإمامة ففرضها على الكفاية كالجهاد وطلب العلم فإذا قام بها من هو من أهلها سقط فرضها على الكفاية، وإن لم يقم بها أحد خرج من الناس فريقان أحدهما أهل الاختيار حتى يختاروا إماما للأمة. والثاني أهل الإمامة حتى ينتصب أحدهم للإمامة وليس على من عدا هذين الفريقين من الأمة في تأخير الإمامة حرج ولا مأثم
“(Pasal), maka jika telah tsabit (tetap) kewajiban imamah, maka (ketahuilah bahwa) kewajiban itu hanya bersifat fardhu kifayah seperti halnya jihad dan menuntut ilmu. Oleh karena itu jika hal tersebut sudah dilaksanakan oleh orang yang ahlinya, maka gugurlah kewajiban itu (bagi kaum muslimin yang lainnya) karena telah dilaksanakan olehnya. Sedangkan jika tidak ada seorang pun yang melaksanakannya, maka majulah dua golongan manusia (yang berkewajiban melaksanakannya). Golongan pertama adalah ahlul ikhtiyar (perwakilan rakyat yang bertugas memilih), sampai mereka memilih seorang pemimpin untuk umat. Sedangkan golongan kedua adalah ahlul imamah (orang yang terpenuhi syarat-syarat menjadi imam atau pemimpin) sampai salah satu dari mereka menjadi pemimpin untuk umat. Dan untuk kaum muslimin selain dari dua golongan diatas, maka tidak salah dan tidak pula berdosa ketika terjadi penundaan pengangkatan imamah” (Ahkamul Sulthoniyah : 17)
الكلام في هذا الباب ليس من اصول الاعتقاد، والخطر على من يزل فيه يُربي على الخطر على من يجهل أصله
“Pembahasan bab ini (yakni bab khilafah) itu tidak termasuk ke dalam pembahasan dasar-dasar akidah. (Dan bahkan sebaliknya), bahaya bagi orang yang teledor dalam pembahasan itu melebihi bahaya bagi orang yang tidak memahami dasar pembahasannya sama sekali” (Al-Irsyad Fi UshuliI I'tiqod : 316)
واعلم أَن الكلام فى الإمامة ليس من أصول الديانات ولا من الْأمور اللا بديات بحيث لا يسمع المكلف الإِعراض عنها والجهل بها بل لعمرى إِن المعرض عنها لأرجى حالا من الواغل فيها فإِنها قلما تنفك عن التعصب والأهواء وإثارة الفتن والشحناء
“Ketahuilah bahwasanya pembahasan terkait masalah imamah (atau khilafah) itu tidak termasuk ke dalam pembahasan dasar-dasar akidah. Dan juga tidak termasuk perkara yang mesti dibahas (terus menerus) dimana seorang mukallaf tidak boleh mengabaikannya atau tidak boleh mengetahuinya. (Bahkan sebaliknya), orang yang menghindarkan diri dari membahasnya itu akan lebih selamat daripada orang yang terjun ke dalam pembahasan tersebut. Karena pembahasan terkait masalah imamah itu sedikit sekali orang yang terbebas dari sikap fanatik (yang berlebihan), (menuruti) hawa nafsu, munculnya fitnah (kekacauan) dan juga munculnya permusuhan” (Ghoyatul Marom Fi Ilmil Kalam : 363)
الأئمة ثلاثة أقسام:
۱ - قسم اعتنوا بضبط الفقه وتحريره على الكتاب والسنة والمشهور منهم أبو حنيفة ومالك والشافعي وأحمد رضي الله عنهم ) وكلهم على هدى من الله، وتقليد واحد منهم فرض " لقوله تعالى: فَسَتَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ [النحل: ٤٣] ولقوله ألا سألوا إذ لم يعلموا" ولا يجوز تقليد غيرهم بعد عقد الإجماع عليهم لأن مذاهب الغير لم تدوّن ولم تضبط بخلاف هؤلاء، ومن لم يقلد واحداً منهم، وقال: أنا أعمل بالكتاب والسنة، مدعياً فهم الأحكام منهما فلا يُسلّم له بل هو مخطئ ضال مضل (۳) سيما
يسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين عضوا عليها بالتواجد، قال الألباني - إسناده صحيح
ورجاله ثقات. أخرجه الترمذي وغيره. (1) نعتقد أن الإمام الأعظم والهمام الأقدم أبا حنيفة رضي الله عنه أفضل الأئمة المجتهدين وأكمل الفقهاء في علوم الدين، ثم الإمام الشافعي رحمه الله لكونه تلميذ الإمام مالك رضي الله عنهم بل تلميذ الإمام محمد، ثم الإمام أحمد بن حنبل فإنه كالتلميذ للشافعي رحمهم الله أجمعين - من
كتاب الفقه الأكبر للإمام أبي حنيفة وشارحه ملا القاري ص (۱۸۰)
-
وهؤلاء الأئمة
الأجلاء يخطئون ويصيبون لأنهم بشر. (۲) التقليد لغة: مأخوذ من القلادة التي يقلد الإنسان غيره بها، واصطلاحاً هو العمل بقول الغير من غير حجة، فيخرج العمل يقول رسول الله ، والعمل بالإجماع، ورجوع العامي إلى المفتي، ورجوع
ال
قاضي إلى شهادة العدول، فإنها قد قامت الحجة في ذلك.
من كتاب إرشاد الفحول ص (۲۳۲) -
وقد أفادنا هذا النص أمرين هامين - الأول: أن التقليد ليس بعلم نافع الآخر: أنه وظيفة العامي الجاهل. ومن هنا جاءت أقوال الأئمة المجتهدين تتابع على النهي الأكيد عن التقليد لهم أو لغيرهم.
قال أبو حنيفة رحمه الله: لا يحل لأحد أن يأخذ بقولنا ما لم يعلم من أين أخذناه. وقال الإمام مالك رحمه الله: إنما أنا بشر أخطئ وأصيب. فانظروا في رأيي فكل ما وافق الكتاب
والسنة فخذوه، وكل ما لم يوافقهما فاتركوه. وقال الإمام الشافعي رحمه الله: كل ما قلت فكان عن النبي ﷺ خلاف قولي مما يصح، فحديث النبي أولى، فلا تقلدوني.
Catatan :
Meskipun umat islam hari ini tidak berada dalam naungan khilafah, maka bukan berarti hukum islam harus diabaikan begitu saja. Akan tetapi, penerapan hukum islam itu tetap mesti diterapkan sesuai skala prioritas. Dan selama sebuah negara punya imam/pemimpin, maka tidak ada alasan untuk memberontak hanya sekedar ingin menegakkan khilafah. Dan jangan terpengaruh dengan propaganda-propaganda sekelompok orang yang menyerukan khilafah pada hari ini, yang mana mereka itu paling terdengar nyaring suaranya menyerukan agar khilafah ditegakkan. Mereka adalah kelompok menyimpang, salah satunya Hizbut Tahrir. Mereka ngawur/kurang cerdas dalam memahami konsep imamah/khilafah, dan tidak mengerti dengan keadaan hari ini dimana islam sudah tersebar dan umat islam tidak punya qudroh untuk menegakkan khilafah.
Demikianlah, wallahu a'lam.
Mujawwib Dan Mushohheh:
✅Ustadz Hosiyanto S.Pd.I
✅ Ustadz Ahmad Fahmi Mubarok
✅ Syekh Iman Abdullah al rasyid
✅Ustadzah Ai Maslaili Siti Aisyah
✅Ustadz Robit Subhan
✅Ustadz Abdul Muchtar Hakim S.H
✅ Ummi Hajjah Dinda Dzulaeha
✅ Ustadz Muhibbin Fillah
✅Yai Abuya Wail
✅ Yai Ahmad Suhaemi
✅ Ustadzah Zulva
✅ Ustadz Aby Hadi
✅ Ustadz Abu Siman
✅ الأستاذ عبد الله سهل زهدي,الباموتاني
Dan Tim Admin Yang Lainnya.
Perumus Redaksi Dan Koordinator
✅ Ustadz Muhibbin Fillah
✅ Ummi Dinda zulaeha S.H
✅ Ustadz Syaipudin
Peterjemaah
✅ Ustadz Masruri Ainul Khyat
✅ Ustadz Ahmad Robit Subhan
Penasehat :
✅Habib Abdulloh As-Segaf
Deskripsi Masalah
✅ Ustadz Syaipudin
Keamanan Grup:
✅TQK Fauzi Maulana Dan Ustadzah Nurrul Jannah
Komentar
Posting Komentar