Hukum Dzihar Menyerupai Istri Dan Keponakan

 TANYA JAWAB FIQIH DAN AQIDAH
Published from Blogger Prime Android App

Published from Blogger Prime Android App
 Hukum Dzihar Menyerupai Istri Dan Keponakan 

๐Ÿง• Pena nya: Siti Nur Amelia

Assalamualaikum umi Afwan boleh bertanya
Izin bertanya. Umi

 ๐Ÿ“–Deskripsi Masalah :

Suatu hari ada seorang istri yang berhias, lalu setelah berhias dia mengatakan kepada suaminya : Aku mirip Aisyah ya bang? Kata suaminya : Iya kamu mirip Aisyah yank. Yaitu keponakannya suami dengan tujuan ngeledek, tapi bukan menghina. Suami berkata seperti itu dengan tujuan bercanda.

 ⏸️ Pertanyaan :

1. Apakah jatuh dzihar ketika suami meng-iyakan penyerupaan yang diucapkan sang istri kepada mahramnya suami, yakni keponakannya? 

2, Dan bagaimanakah menanggapi hal tersebut umi?

Mohon penjelasannya umi dan Ref nya๐Ÿ™๐Ÿป๐Ÿ™๐Ÿป

 ➡️ Jawaban :

Wa'alaikumsalam warohmatulloh wabarokatuh.

1. Kalimat suami yang menyatakan mirip dengan salah satu mahramnya, itu termasuk kalimat dzihar kinayah. Sebab sudah ma'lum kalau kalimat mirip itu kemungkinan besar merupakan penyerupaan dari segi kecantikannya, dan dari pertanyaannya pun sudah bisa difahami bahwa yang diserupakan itu kecantikannya istri dengan kecantikannya keponakan suami. Nah jika demikian, tidak akan berkonsekuensi pada hukum dzihar kecuali jika suami meniatkan untuk dzihar. Sedangkan dalam deskripsi pertanyaan itu sudah jelas bahwa maksud daripada suami adalah sekedar bercanda, maka dapat kita fahami pula bahwa suami memang tidak bermaksud untuk dzihar.

2. Menanggapinya tidak perlu was-was apalagi sampai khawatir, sebab tidak berkonsekuensi hukum dzihar.

๐Ÿ“— Referensi

๐Ÿ“š Ibarot dzihar kinayah :

ูˆุงู„ูƒู†ุงูŠุฉ ุนู†ุฏ ุฌู…ู‡ูˆุฑ ุงู„ูู‚ู‡ุงุก ู…ุง ูŠุญุชู…ู„ ุงู„ุธู‡ุงุฑ ูˆุบูŠุฑู‡ ูˆู„ู… ูŠุบู„ุจ ุงุณุชุนู…ุงู„ู‡ ููŠ ุงู„ุธู‡ุงุฑ ุนุฑูุง ูˆู…ุซุงู„ู‡ ุฃู† ูŠู‚ูˆู„ ุงู„ุฑุฌู„ ู„ุฒูˆุฌุชู‡: ุฃู†ุช ุนู„ูŠ ูƒุฃู…ูŠ ุฃูˆ ู…ุซู„ ุฃู…ูŠ ูุฅู†ู‡ ูƒู†ุงูŠุฉ ููŠ ุงู„ุธู‡ุงุฑ ู„ุฃู†ู‡ ูŠุญุชู…ู„ ุฃู†ู‡ุง ู…ุซู„ ุฃู…ู‡ ููŠ ุงู„ูƒุฑุงู…ุฉ ูˆุงู„ู…ู†ุฒู„ุฉ ูˆูŠุญุชู…ู„ ุฃู†ู‡ุง ู…ุซู„ู‡ุง ููŠ ุงู„ุชุญุฑูŠู… ูุฅู† ู‚ุตุฏ ุฃู†ู‡ุง ู…ุซู„ู‡ุง ููŠ ุงู„ูƒุฑุงู…ุฉ ูˆุงู„ู…ู†ุฒู„ุฉ ูู„ุง ูŠูƒูˆู† ุธู‡ุงุฑุง ูˆู„ุง ุดูŠุก ุนู„ูŠู‡ ูˆุฅู† ู†ูˆู‰ ุจู‡ ุงู„ุทู„ุงู‚ ูƒุงู† ุทู„ุงู‚ุง ูˆุฅู† ู†ูˆู‰ ุจู‡ ุงู„ุธู‡ุงุฑ ูƒุงู† ุธู‡ุงุฑุง ู„ุฃู† ุงู„ู„ูุธ ูŠุญุชู…ู„ ูƒู„ ู‡ุฐู‡ ุงู„ุฃู…ูˆุฑ ูุฃูŠ ูˆุงุญุฏ ู…ู†ู‡ุง ุฃุฑุงุฏู‡ ูƒุงู† ุตุญูŠุญุง ูˆุญู…ู„ ุงู„ู„ูุธ ุนู„ูŠู‡ ูˆุฅู† ู‚ุงู„: ู„ู… ุฃู‚ุตุฏ ุดูŠุฆุง ู„ุง ูŠูƒูˆู† ุธู‡ุงุฑุง ู„ุฃู† ู‡ุฐุง ุงู„ู„ูุธ ูŠุณุชุนู…ู„ ููŠ ุงู„ุชุญุฑูŠู… ูˆุบูŠุฑู‡ ูู„ุง ูŠู†ุตุฑู ุฅู„ู‰ ุงู„ุชุญุฑูŠู… ุฅู„ุง ุจู†ูŠุฉ

“Kinayah (dzhihar) menurut mayoritas ahli fiqih adalah sesuatu yang mengandung unsur dzhihar dan lainnya, namun tidak (umum) digunakan sebagai dzhihar menurut kebiasaannya. Contohnya ketika seorang suami berkata kepada istrinya : Kamu seperti ibuku, maka ucapan ini termasuk kinayah dzhihar. Karena ada kemungkinan suami menyerupakan istrinya dengan ibunya itu dari segi kemuliaan dan kedudukannya, atau mungkin juga diserupakan dari segi kemahramannya. Oleh karena itu jika suami bermaksud menyamakan dari segi kemuliaan dan kedudukannya, maka tidak dianggap dzhihar dan tidak ada konsekuensi hukum apa-apa. Kemudian jika suami berniat talak, maka jatuhlah talak. Dan jika suami berniat dzhihar, maka menjadi dzhihar. Karena kalimat tersebut maknanya berimplikasi pada semua hal tersebut. Maka makna apapun yang diinginkan suami itu menjadi sah. Dan jika suami berkata : Aku tidak bermaksud apapun, maka tidak menjadi dzhihar. Karena kalimat ini biasa dipakai untuk dzhihar dan lainnya, maka tidak dianggap dzhihar kecuali jika disertai niat ke arah tersebut” (Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah jilid 29, hlm. 196)

๐Ÿ“š Ibarot dzihar shorih :

(ูุตู„): ููŠ ุจูŠุงู† ุฃุญูƒุงู… ุงู„ุธู‡ุงุฑ ูˆู‡ูˆ ู„ุบุฉ ู…ุฃุฎูˆุฐ ู…ู† ุงู„ุธู‡ุฑ ูˆุดุฑุนุง ุชุดุจูŠู‡ ุงู„ุฒูˆุฌ ุฒูˆุฌุชู‡ ุบูŠุฑ ุงู„ุจุงุฆู† ุจุฃู†ุซู‰ ู„ู… ุชูƒู† ุญู„ุงู„ู‡، (ูˆุงู„ุธู‡ุงุฑ ุฃู† ูŠู‚ูˆู„ ุงู„ุฑุฌู„ ู„ุฒูˆุฌุชู‡ ุฃู†ุช ุนู„ูŠ ูƒุธู‡ุฑ ุฃู…ูŠ) ูˆุฎุต ุงู„ุธู‡ุฑ ุฏูˆู† ุงู„ุจุทู† ู…ุซู„ุง، ู„ุฃู† ุงู„ุธู‡ุฑ ู…ูˆุถุน ุงู„ุฑูƒูˆุจ ูˆุงู„ุฒูˆุฌุฉ ู…ุฑูƒูˆุจ ุงู„ุฒูˆุฌ (ูุฅุฐุง ู‚ุงู„ ู„ู‡ุง ุฐู„ูƒ) ุฃูŠ ุฃู†ุช ุนู„ูŠ ูƒุธู‡ุฑ ุฃู…ูŠ (ูˆู„ู… ูŠุชุจุนู‡ ุจุงู„ุทู„ุงู‚ ุตุงุฑ ุนุงุฆุฏุง) ู…ู† ุฒูˆุฌุชู‡ (ูˆู„ุฒู…ุชู‡) ุญูŠู†ุฆุฐ (ุงู„ูƒูุงุฑุฉ)

“(Pasal) yang menjelaskan hukum-hukum dzhihar. Dzhihar secara bahasa berasal dari kata Adz-Dzhahru (yang berarti punggung), adapun secara istilah syariat adalah perkataan suami yang menyerupakan istrinya yang tidak tertalak ba'in dengan perempuan yang tidak halal dinikahi oleh suaminya tersebut. Kalimat dzhihar (yang shorih) adalah ketika seorang suami berkata kepada istrinya : Engkau bagiku seperti punggung ibuku. Dan ungkapan dzhihar itu hanya terkhusus pada kalimat Adz-Dzhahru (punggung), bukan semisal perut. Karena sesungguhnya punggung adalah tempat menunggang, dan istri merupakan tunggangan suaminya. Oleh karena itu jika si suami mengatakan hal itu kepada istrinya, maksudnya mengatakan : Engkau bagiku seperti punggung ibuku namun dia tidak melanjutkannya dengan (niat) talak, maka dia dianggap kembali kepada istrinya (tidak jatuh talak). Namun wajib bagi suaminya untuk membayar kafarat” (Fathul Qorib, hlm. 384)



ู…ุฐู‡ุจ ุงู„ุดุงูุนูŠุฉ ูก ) ุฃู† ุงู„ุตุฑูŠุญ: ู…ุง ุชุตู…ู† ุฐูƒุฑ ุงู„ุธู‡ุฑ ุฃูˆ ุนุถูˆ ู„ุง ูŠุฐูƒุฑ ููŠ ู…ุนุฑุถ ุงู„ุชูƒุฑู… ، ูƒุฃู† ูŠู‚ูˆู„ ุงู„ุฑุฌู„ ู„ุฒูˆุฌุชู‡: ( ุฃู†ุช ุนู„ูŠ ุฃูˆ ู…ู†ูŠ ุฃูˆ ู…ุนูŠ ุฃูˆ ุนู†ุฏูŠ ูƒุธู‡ุฑูŠ ุฃู…ูŠ) ูˆูƒุฐุง ุฅู† ู‚ุงู„: ( ุฃู†ุช ูƒุธู‡ุฑ ุฃู…ูŠ) ุจุญุฐู ุงู„ุตู„ุฉ ุฃูŠ (ุนู„ูŠ) ูˆู†ุญูˆู‡ ، ูŠูƒูˆู† ุตุฑูŠุญุง ، ูˆู…ู† ุงู„ุตุฑูŠุญ ู‚ูˆู„ู‡: ( ุฌุณู…ูƒ ุฃูˆ ุจุฏู†ูƒ ุฃูˆ ู†ูุณูƒ ูƒุจุฏู† ุฃู…ูŠ ุฃูˆ ุฌุณู…ู‡ุง ุฃูˆ ุฌู…ู„ุชู‡ุง) ู„ุชุตู…ู†ู‡ ุงู„ุธู‡ุฑ. ูˆู…ู†ู‡: ( ุฃู†ุช ุนู„ูŠ ูƒูŠุฏ ุฃู…ูŠ ุฃูˆ ุจุทู†ู‡ุง ุฃูˆ ุตุฏุฑู‡ุง ، ูˆู†ุญูˆู‡ุง) ู…ู† ุงู„ุฃุนุถุงุก ุงู„ุชูŠ ู„ุง ุชุฐูƒุฑ ููŠ ู…ุนุฑุถ ุงู„ูƒุฑุงู…ุฉ ูˆุงู„ุฅุนุฒุงุฒ ู…ู…ุง ุณูˆู‰ ุงู„ุธู‡ุฑ ؛ ู„ุฃู†ู‡ ุนุถูˆ ูŠุญุฑู… ุงู„ุชู„ุฐุฐ ุจู‡ ، ููƒุงู† ูƒุงู„ุธู‡ุฑ ูˆู…ู† ุงู„ุตุฑูŠุญ: ุฐูƒุฑ ุฌุฒุก ุดุงุฆุน ู…ุซู„ ู†ุตููƒ ุฃูˆ ุฑุจุนูƒ ، ูˆู…ู†ู‡ ุฐูƒุฑ ุฃุญุฏ ุงู„ุฃุนุถุงุก ู…ุซู„: ุฑุฃุณูƒ ุฃูˆ ุธู‡ุฑูƒ ุฃูˆ ูŠุฏูƒ ุฃูˆ ุฑุฌู„ูƒ ، ุฃูˆ ุจุฏู†ูƒ ุฃูˆ ุฌู„ุฏูƒ ุฃูˆ ุดุนุฑูƒ ุฃูˆ ู†ุญูˆ ุฐู„ูƒ.
(ุงู„ูู‚ู‡ ุงู„ุฅุณู„ุงู…ูŠ ูˆุฃุฏู„ุชู‡ : ูฉ/ ูฅูฆูค)

 Kesimpulannya :
Jika yang diserupakan oleh suami adalah sekedar sifat, kemiripan dari segi kecantikan dan kalimat-kalimat yang semakna dengan itu, maka yang demikian itu termasuk kalimat dzihar secara kinayah yang hanya akan berkonsekuensi pada hukum dzihar jika diniatkan untuk dzihar. Adapun jika yang diserupakan adalah bentuk fisik semisal yang ada pada keterangan dzihar shorih diatas yakni menyebut kalimat punggung, maka akan berkonsekuensi pada hukum dzihar entah diniatkan atau tidak. Maka dari itu hendaknya para suami berhati-hati, dan dalam hal ini perlu wawasan yang luas supaya tidak terjebak pada kalimat-kalimat yang indikasinya mengarah pada dzihar shorih.

Demikianlah, wallahu a'lam.

Mujawwib :

✅Ummi Nisa Alfii
✅TQK Ari Azhari
✅Ustadz Fahrud cell
✅Arif mustaqim
✅M  Rofiannur Al Hamaamuh
✅Yai Tinta emas
✅ Bintang Kehidupan(Resty


Mujawwib Dan Mushohheh:

✅Ustadz  Hosiyanto S.Pd.I
✅ Ustadz Ahmad Suhaemi
✅ustadz Aby Abd Hady.
✅Ustadzah Ai Maslaili Siti Aisyah
✅Ustadz Robit Subhan
✅Ustadz Abdul Muchtar Hakim S.H
✅ Ustadz SHOLEHUDDIN@47
✅ Ummi Hajjah Dinda Dzulaeha S.H
✅ Ustadz Muhibbin Fillah
✅ TGK  Ari Azhari
✅ Ustadz Fahrud Cell
✅ Ukhty Resti(Bintang Kehidupan
    Dan Tim Admin Yang Lainnya.

Penulis dan Perumus Redaksi:

✅ Ustadz Muhibbin Fillah
✅ Ummi Dinda zulaeha S.H

Penasehat:

✅Habib Abdulloh As-Segaf

Keamanan Grup:

✅TQK Fauzi Maulana

Published from Blogger Prime Android App

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM MENIKAH KARENA KETIADAAN WALI

Niat Wudhu Istibahah Bagi Yang Tidak Daimul Hadast